Idul Qurban adalah merayakan pengorbanan. Pengorbanan yang layak dirayakan adalah pengorbanan transenden, pengorbanan yang mendekatkan.
Oleh: Anas Fariq Al-Hakim
Kurban adalah kata serapan dari bahasa Arab, qurban (قربان) yang bermakna itsar, yakni pengorbanan. Kata kurban atau qurban berakar kata qurb (قرب) yang artinya dekat.
Dalam kaitannya dengan Idul Kurban, kurban
adalah pengorbanan yang mendekatkan diri pada Tuhan, yakni pengorbanan
transenden.
Dengan ini,
persekongkolan jahat dan bahu-membahu dalam keburukan, tidak termasuk Qurban,
betapapun di dalamnya ada yang dikorbankan. Pengorbanan yang tak berbuah
kedekatan (qurb), adalah kerugian.
Hari Raya Qurban adalah keindahan yang berpadu dengan keagungan. Pengorbanan adalah keagungan, sedangkan kedekatan pada-Nya adalah keindahan.
Artinya, jika anda ingin menikmati indahnya kedekatan, maka jangan hindari agungnya jalan pengorbanan.
Bukankah hitam rambut Laila menutupi putih wajahnya? Begitulah, ada keindahan
di balik keagungan, ada terang fajar di balik gelap malam, inna ma'al 'usri,
yusra (Al-Insyiroh: 5-6).
Pengorbanan yang layak dirayakan
Idul Qurban
adalah merayakan pengorbanan. Pengorbanan yang layak dirayakan adalah
pengorbanan transenden, pengorbanan yang mendekatkan. Pengorbanan nir
kedekatan adalah kekonyolan yang harus ditangisi.
Kemudian, pengorbanan berkonotasi minus. Berkorban berarti ada yang berkurang. Ditarik konklusi, Idul Qurban adalah merayakan berkurang atau bahkan lepasnya sesuatu yang dimiliki.
Tentu, yang dimaksud adalah berkurang yang bertambah. Seperti
logika zakat atau sedekah, berkurang namun bertambah. Kebalikannya, logika
riba, bertambah tapi berkurang. Firmannya;
يَمْحَقُ اللّٰهُ الرِّبٰوا وَيُرْبِى الصَّدَقٰتِ ۗ
Artinya: "Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah". (QS. Al-Baqarah: 276).
Secara
lahiriah, riba adalah penambahan kuantitas harta materi. Namun dari sisi
maknawi, riba adalah pengurangan level eksistensial diri.
Pun, secara
lahiriah, sedekah mengurangi harta anda. Namun, meningkatkan level jiwa anda
secara maknawi. Jangan berharap harta akan kembali berlipat ganda dengan
bersedekah. Itu mungkin, tapi tidak niscaya. Jangan mau dikibuli tukang kibul
berjubah yang berkata, sedekahkan motor Anda, maka yang kembali pada anda
adalah mobil.
Sekali lagi,
logika sedekah adalah mengurangi materi untuk menaikkan level eksistensial diri
menuju level kedekatan. Sedekah adalah mengurangi kenikmatan materi demi
kesempurnaan jiwa. Begitu pola dagang Tuhan, perdagangan metafisik; keluarkan
materi, maka anda akan diberi yang lebih bernilai, yaitu non materi.
Tapi, bagaimana
bisa mendaki tangga eksistensi, bila anda takut dan enggan mengurangi
kenikmatan materi. Bagaimana bisa menikmati indahnya ibadah dan pengetahuan,
bila anda tidak berani mengurangi nikmatnya tidur malam. Bagaimana bisa
berkorban, bila anda takut dengan ancaman kelaparan, apatahlagi kematian.
Pengorbanan
adalah super kebaikan. Jika anda memiliki banyak harta misalnya, lalu anda
sedekahkan sebagiannya, itu kebaikan biasa. Juga, jika anda memberikan sesuatu
yang sudah tidak anda gunakan, itu
kebaikan ekstra biasa. Pengorbanan lebih dari itu, ia adalah super
kebaikan.
Pengorbanan adalah jangan katakana, "Saya juga sedang butuhkan, saya juga lagi gunakan". Pengorbanan adalah engkau berikan air pada yang kehausan, saat matamu berkunang dicekik dahaga.
Pengorbanan adalah engkau sajikan hidangan pada yang kelaparan,
saat dirimu gemetar menahan lapar. Pengorbanan adalah kau pilih mati demi
hidupnya kebenaran dan gerakan pencerahan, walau engkau juga ingin hidup
nyaman.
Jadi, siapkan
pengorbanan terbaik anda. Lalu, rayakan. Korbankan ego (ananiah) anda
sebelum mengorbankan yang lainnya. Apalah artinya menyembelih binatang ternak
di luar diri jika peternakan diri telah diambil alih oleh ribuan binatang
ternak dalam diri. Terakhir, jangan lupa senandungkan Firman kudus ini:
Wa yu-tsiruuna
'alaaa angfusihim walau kaana bihim khoshooshoh (59: 9). Wa
yuth'imuunath-tho'aama 'alaa hubbihii miskiinaw wa yatiimaw wa asiiroo (76: 8).
Robbanaa taqobbal minnaa, innaka angtas-samii'ul-'aliim (2: 127)
0 Komentar