Begitulah cinta yang mereka miliki, cinta yang semakin mendekatkan diri mereka kepada Allah, bukan sebaiknya. Karena Dialah Sang Maha Pencipta.
Oleh: Sri Wahyuni
Kisah cinta
para Nabi memang menarik untuk dibahas. Namun, tak kalah menarik juga
kisah cinta para sahabat Nabi. Dari yang biasa hingga seindah
film romansa. Tentunya tak jauh dari kisah mereka para Khulafa.
Melihat percintaan para remaja, kali ini akan kita ambil kisah Ali
dan Fatimah Az-Zahra. Kisah mencintai dalam diam tapi berujung ke pelaminan.
Sebelum ke cerita utama, mari kita perkenalkan siapa Ali bin Abi Thalib dan Fatimah. Ali bin Abi Thalib adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad saw. yang menjadi Khulafaur Rasyidin.
Nasabnya dengan Nabi Muhammad bertemu di kakek mereka,
yaitu Abdul Muthalib bin Hasyim. Hal ini berarti bahwa ia merupakan
sepupu Rasulullah saw.
Ali bin Abi Thalib menikah dengan putri kesayangan Rasulullah yang
bernama Fatimah Az-Zahra. Sehingga
berarti, beliau adalah suami Fatimah Az Zahra.
Kisah Fatimah Az Zahra dan Ali Bin Abi Thalib
Kisah cinta Ali dan Fatimah bermula ketika Sahabat Ali melihat
kesigapan Fatimah mengobati luka Rasulullah usai berperang. Ali jatuh hati pada Fatimah yang merupakan
teman kecilnya.
Di bawah didikan penuh Nabi Muhammad, gadis
itu tumbuh sebagai wanita cantik yang sikapnya sangat perlu diteladani. Tentunya
wajar saja jika di hatinya timbul rasa ingin memiliki.
Namun, apalah daya dirinya yang selalu
berkecil hati. Oleh karena
itu, manakala
Sahabat Abu Bakar As-Shiddiq datang ke kediaman Nabi, ia hanya bisa menyendiri,
berdoa dan menata hati. Beginilah doa Ali bin Abi Thalib saat jatuh cinta:
Yaa Allah...
Kau tahu…
Hati ini terikat suka akan indahnya seorang
insan ciptaan-Mu.
Tapi aku takut, cinta yang belum waktunya
menjadi penghalangku mencium surga-Mu.
Berikan aku kekuatan menjaga cinta ini,
sampai tiba waktunya, andaikan Engkau pun mempertemukan aku dengannya kelak.
Berikan aku kekuatan melupakannya sejenak.
Bukan karena aku tak mencintainya.
Justru karena aku sangat mencintainya.
Inilah cinta, ia menentramkan, bukan
menggelisahkan.
Iya mendekatkan diri pada Tuhan, bukan
menjauhkan.
Siapapun ingin memiliki cinta seperti ini.
Aku pun begitu.
Ketika Sahabat Ali mendengar kabar bahwa
lamaran Abu Bakar ditolak, untuk sesaat ia merasa lega. Namun, tetap tiada
keberanian untuknya datang melamar. Hingga lamaran kedua itu datang. Kali ini, dari Sahabat Umar bin Khattab, yang ternyata ditolak juga.
Hati sahabat Ali terombang-ambing. Di satu
sisi ia ingin melamar Fatimah, tapi di sisi lain ia cemas. Sahabat seperti Abu
Bakar dan Umar yang mulia tentunya tak dapat dibandingkan dengan dirinya baik
dari segi jihad maupun harta.
Namun, cobaan hati tak akan menunggu kesiapan Sahabat Ali, sebelum ia
memantapkan hati, sahabat lain mendatangi Nabi. Pinangan itu hadir kembali. Kali ini dari Sahabat
Abdurrahman bin Auf, yang juga tak
dapat ia tandingi. Dan ketika lamaran
itu tak diterima, barulah sahabat Ali memantapkan hati.
Kali ini dirinyalah yang akan datang
meminangnya. Dengan berbekal doa, keberanian, dan dorongan para sahabat lain,
bahwa mungkin saja memang dia yang ditunggu, Sahabat Ali melangkahkan kaki.
Hingga tibalah Sahabat Ali di hadapan
baginda Rasulullah, ia hanya menunduk hingga akhirnya Rasulullah bertanya, “Apa
yang membawamu kemari, wahai Ali?” “Ya Rasulullah, aku hendak meminang Fatimah”
Rasulullah tersenyum, ia mengatakan bahwa
Fatimah selalu menolak lamaran yang datang sehingga kali ini Sahabat Ali juga
harus menunggu jawaban.
Kemudian Rasulullah menanyakan kepada Fatimah apakah ia menerima lamaran Sahabat Ali. Fatimah hanya diam.
Namun,
seperti halnya kaidah yang berbunyi, “Assukutu ‘alamatun Na’am”, sikap diamnya Fatimah berarti bahwa ia
setuju. Betapa gembiranya hati Ali. Seseorang yang menjadi pujaan hatinya
menerima pinangannya.
“Apakah engkau memiliki sesuatu yang akan
engkau jadikan mahar, wahai Ali?” Ketika
mendapat pertanyaan tersebut, Ali menjawab bahwa ia hanya memiliki sebilah
pedang, baju zirah, dan seekor unta.
Rasulullah mengatakan bahwa tak mungkin
bagi seorang kesatria untuk berpisah dengan pedang, sedangkan unta tersebut
pasti digunakan untuk mengairi tanaman. Sehingga Rasulullah akhirnya
memerintahkan Ali untuk menjadikan baju zirah-nya sebagai mahar.
Pergilah Sahabat Ali ke kediaman Utsman bin
Affan untuk menjual baju zirah tersebut seharga 400 dirham. Pada bulan
Dzullhijjah tahun 2 Hijriah berlangsunglah pernikahan Ali bin Abi Thalib dan
Fatimah Azzahra. Begitulah kisah pernikahan Sahabat Ali dan Fatimah.
* * *
Sesungguhnya Rasulullah telah mendapat
kabar dari Allah bahwa keduanya telah ditakdirkan berjodoh. Keduanya sama-sama
memendam perasaan cinta, yang hanya diadukan kepada Allah.
Berserah diri dan mengembalikan segala
urusan kepada-Nya. Begitulah cinta yang mereka miliki, cinta yang semakin
mendekatkan diri mereka kepada Allah, bukan sebaiknya. Karena Dialah Sang Maha
Pencipta.
Referensi:
- https://www.detik.com/hikmah/kisah/d-6419700/kisah-cinta-ali-bin-abi-thalib-sahabat-yang-menikahi-putri-kesayangan-nabi#:~:text=Pernikahan%20Ali%20dan%20Fatimah%20berlangsung,dirham%20kepada%20Rasulullah%20sebagai%20mahar, diakses pada 05 Juli 2023.
- https://sumbarprov.go.id/home/news/16871-kisah-cinta-ali-bin-abi-thalib-dan-fatimah-putri-rasulullah-saw.html, diakses pada 05 Juli 2023.
- https://www.popmama.com/life/relationship/adindahanum/doa-ali-bin-abi-thalib-saat-jatuh-cinta-pada-fatimah#:~:text=Berikan%20aku%20kekuatan%20menjaga%20cinta,Bukan%20karena%20aku%20tak%20mencintainya, diakses pada 05 Juli 2023.
0 Komentar