Surat ini memang hanya tiga ayat, tapi cakupan isinya sangatlah padat, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia
Oleh: M. Ryan Romadhon
Surah al-‘Ashr adalah surat Makiyyah. Nama al-‘Ashr telah dikenal sejak zaman Nabi Muhammad Saw. dan para sahabat beliau.
* * *
Diriwayatkan bahwa sahabat-sahabat
Rosululloh Saw. tidak berpisah
kecuali setiap dari mereka membacakan surat al-‘Ashr kepada temannya. (HR.
ath-Thobaroni melalui ‘Ubaidillah Ibn
Husain).
Surat ini merupakan surat yang ke-13
dari segi urutan turunnya. Ia turun sesudah surat Alam Nasyroh (al-Insyiroh) dan sebelum surat al-‘Adiyat. Ayat-ayat-nya yang disepakati berjumlah 3
ayat. (M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 15, hal. 495).
Asbabun Nuzul Surat al-‘Ashr
Allah Swt bersumpah dengan waktu -menurut Syekh Muhammad Abduh- karena telah menjadi kebiasaan orang-orang Arab pada masa turunnya al-Qur’an untuk berkumpul dan berbincang-bincang menyangkut berbagai hal.
Tidak jarang, dalam perbincangan mereka itu terlontar kata-kata yang mempersalahkan waktu atau masa.
“Waktu sial” demikian sering kali ucapan yang
terdengar bila mereka gagal, atau “waktu baik”, jika mereka berhasil.
Waktu adalah milik Tuhan. Di dalamnya Tuhan melaksanakan segala perbuatan-Nya, seperti mencipta, memberi rezeki, memuliakan dan menghinakan.
Nah, kalau demikian, waktu tidak perlu dikutuk, tidak boleh
juga dinamai sial atau mujur. “Janganlah mencerca waktu, karena Allah Swt
adalah (pemilik) waktu.” (M. Quraish
Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 15, hal. 497).
Allah Swt memulai surat ini dengan bersumpah,
وَٱلْعَصْرِ
Wal ‘Ashr (demi masa), untuk membantah anggapan sebagian orang yang mempersalahkan waktu dalam kegagalan mereka.
Tidak ada sesuatu yang dinamai dengan masa sial atau masa mujur, karena yang berpengaruh adalah kebaikan dan keburukan usaha seseorang.
Dan inilah yang
berperan di dalam baik atau buruknya akhir suatu pekerjaan, karena waktu selalu
bersifat netral. Demikian, Syekh Muhammad Abduh dalam menjelaskan sebab turunnya
surat ini. (M. Quraish Shihab, Wawasan
al-Qur’an, hal. 547).
Kandungan Surat al-‘Ashr
Tema utama surat ini adalah tentang pentingnya memanfaatkan waktu dan mengisinya dengan aktifitas yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Sebab jika tidak, maka kerugian dan kecelakaanlah yang menanti mereka. (M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 15, hal. 495).
Surat ini memang hanya tiga ayat, tapi cakupan isinya sangatlah padat, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. (Ahsin Sakho Muhammad, Tafsir Kebahagiaan, hal. 132).
Imam Syafi’i menilai surat ini sebagai salah satu
surat yang paling sempurna petunjuknya. Menurut beliau, “Seandainya umat Islam
memikirkan kandungan surah ini, niscaya (petunjuk-petunjuknya) mencukupi mereka.” (M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 15, hal. 495).
Munasabah (Korelasi) Surat al-‘Ashr dengan Surat Sebelumnya
Dalam surat sebelumnya (Surat at-Takatsur), Allah Swt telah memperingatkan manusia yang menjadikan seluruh aktifitasnya hanya berupa perlombaan menumpuk-numpuk harta serta menghabiskan waktunya hanya untuk waktu tersebut, sehingga mereka lalaikan tujuan utama dari kehidupan ini.
Nah, dalam surat al-‘Ashr ini Allah Swt memperingatkan manusia tentang pentingnya waktu dan bagaimana seharusnya ia diisi.
Allah Swt berfirman, “Wal ‘Ashri,
sesungguhnya semua manusia yang mukallaf di dalam wadah kerugian dan kebinasaan
yang besar dan beragam. (M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 15, hal.
496).
Syekh Mutawalli asy-Sya’rowiy dalam karya tafsirnya memberi penjelasan bahwa Surat at-Takatsur ditutup dengan menyadarkan manusia bahwa mengejar dunia dan menjadikannya sebagai tujuan hidup dan segala sesuatu di dunia ini adalah perbuatan salah.
Allah Swt. mengarahkan kepada kita
bahwa perlombaan atau target keberhasilan itu adalah dalam kebaikan dan
mengejar akhirat.
Surat at-Takatsur ditutup dengan,
ثُمَّ لَتُسْئَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيْمِ
Artinya: “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu
tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu). (QS. at-Takatsur:
8)
Kenikmatan yang dikejar manusia dan menjadi
target kesuksesan di mata manusia akan ditanya dan dipertanggungjawabkan di
akhirat. Pertanyaan itu terdiri dari beberapa proses. Pertama,
dihisab/dihitung; Kedua, ditimbang; Ketiga, ditempatkan sesuai
timbangan.
Lebih jauh, Syekh asy-Sya’rowiy memberi penjelasan bahwasannya hal yang perlu disadari oleh manusia adalah bahwa target hidup tidak diperuntukkan kecuali pada perolehan kebaikan di dunia dan setelahnya.
Target hidup adalah memperberat timbangan amal kebaikan saat
manusia bertemu dengan Allah Swt. Pada saat itu, pertanyaan yang dilontarkan
terhadap nikmat-nikmat yang telah diperoleh tidak dalam keadaan terhina, tapi
dalam keadaan mulia dan bahagia.
Allah Swt telah menetapkan jalan yang lurus,
yakni jalan yang paling cepat untuk mencapai dua titik yang berseberangan.
Apabila manusia ingin sampai kepada Allah Swt, maka hendaklah ia mengikuti manhaj
dan jalan-Nya, hingga menghantarkannya kepada tujuan itu.
Setelah penjelasan ‘jalan’ di atas -masih menurut beliau- Allah Swt menegaskan bahwa kehidupan manusia tidak pernah lepas dari dua keadaan: beruntung, berhasil, dan sukses; atau rugi, gagal, dan kecewa.
Pada ayat-ayat surat berikut (surat al-‘Ashr) Allah Swt memaparkan
jalan atau manhaj yang menghantar manusia kepada keberuntungan,
keberhasilan, dan kesuksesan. (Syekh Mutawalli
asy-Sya’rowiy, Tafsir Juz ‘Amma, hal. 517-518).
- Tafsir Juz ‘Amma, Syekh Mutawalli asy-Sya'rowiy, hal. 517-518, Dar ar-Royyah.
- Tafsir al-Misbah, M. Quraish Shihab, vol. 15, hal. 495-497, Lentera Hati.
- Wawasan al-Qur’an, M. Quraish Shihab, hal. 547, Penerbit Mizan.
- Tafsir Kebahagiaan, Ahsin Sakho Muhammad, hal. 132, Penerbit Qaf.
0 Komentar